
Latar belakang
Dalam sistem hukum perdata Indonesia, benda dipahami sebagai segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak. Pasal 503 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) membagi benda menjadi bergerak dan tidak bergerak. Benda bergerak adalah segala sesuatu yang dapat berpindah tempat, baik karena sifatnya memang tidak melekat pada tanah, maupun karena undang-undang memperlakukannya demikian. Tidak semua benda bergerak berwujud fisik; ada pula benda bergerak tidak berwujud, yakni hak atau kepentingan yang dapat dimiliki tetapi tidak mempunyai bentuk fisik, misalnya piutang, surat berharga, hak cipta, dan merek dagang . J. Satrio menegaskan bahwa hak tidak berwujud tetap termasuk benda jika dapat dikuasai secara hukum dan memiliki nilai ekonomis yang dapat dinilai dengan uang .
Secara historis, kategori benda bergerak tidak berwujud di Indonesia mulanya terbatas pada piutang dan surat berharga. Kedua jenis hak ini dianggap dapat dialihkan karena mewakili nilai ekonomis dan diakui dalam Pasal 613 KUHPer yang mengatur pengalihan piutang melalui akta. Seiring perkembangan zaman, kemunculan hak kekayaan intelektual (HKI) memperluas kategori hak kebendaan: hak cipta, merek, paten, desain industri, dan rahasia dagang menjadi aset yang bisa diperjualbelikan dan dijadikan jaminan.
Perkembangan teknologi digital memperluas lagi pemahaman ini. Aset yang dulunya tidak berwujud kini semakin abstrak tetapi bernilai ekonomi nyata: akun media sosial, kanal video daring, hak siar digital, serta pendapatan yang timbul dari perjanjian dengan platform global. Nilai aset semacam ini tidak terletak pada fisiknya, melainkan pada kemampuan menghasilkan pendapatan dan posisi hukum kontraktual yang menyertainya. Karena itu, hukum jaminan tidak dapat lagi terbatas pada benda fisik atau surat berharga, tetapi juga harus mencakup hak-hak digital yang memiliki nilai ekonomi.
Dewasa ini banyak orang menggunakan akun YouTube untuk memperoleh penghasilan atau pendapatan yang biasa dikenal sebagai seorang YouTuber. Bahwa penghasilan YouTuber dari akun YouTube nya jumlahnya cukup besar mulai dari pendapatan iklan dan endorsement yaitu strategi pemasaran di mana seorang kreator (YouTuber) mempromosikan atau memberikan dukungan terhadap produk, layanan, atau merek tertentu kepada audiensnya melalui konten videonya.
Dari hal-hal tersebut diatas maka dapat ditarik permasalahan yaitu bagaimana perangkat hukum jaminan yang ada dapat mengakomodir aset digital berupa akun YouTube untuk menjadi benda jaminan hutang.
Pembahasan
Peraturan perundang-undangan Indonesia mulai merespons perubahan ini. Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) menegaskan bahwa jaminan fidusia dapat dibebankan atas benda, termasuk hak tagih, baik yang telah ada maupun yang akan timbul kemudian. Lebih lanjut, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 (PP 24/2022) tentang Pelaksanaan Undang-Undang Ekonomi Kreatif menyebutkan bahwa bank dan lembaga keuangan nonbank dapat menjadikan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang. Bentuknya meliputi: a) jaminan fidusia atas kekayaan intelektual, b) kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif seperti perjanjian lisensi atau kontrak kerja yang diterima pelaku ekonomi kreatif, dan c) hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif, termasuk hak tagih atas royalti yang dibayarkan pengguna karya untuk tujuan komersial. Ketentuan ini menunjukkan bahwa hak ekonomi digital dapat dijadikan objek jaminan sepanjang dapat diidentifikasi dan dialihkan secara sah.
Salah satu bentuk aset digital yang kerap menjadi perhatian adalah akun YouTube. Kanal ini dapat menghasilkan uang karena pemiliknya bisa mengaktifkan fitur monetisasi, yaitu cara bagi pembuat konten untuk mendapatkan penghasilan dari iklan yang ditayangkan pada konten mereka. Untuk mengaktifkan monetisasi, pemilik kanal harus bergabung dalam YouTube Partner Program, yaitu perjanjian kerja sama dengan Google agar setiap kali iklan diputar pada kontennya, Google membayar sejumlah uang kepada pemilik kanal. Hak untuk menerima pembayaran dari iklan inilah yang secara hukum dianggap sebagai piutang terhadap Google dan dapat dijadikan objek jaminan fidusia sesuai Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia.
Hubungan antara lagu dan royalti dapat menjadi gambaran untuk memahami struktur kepemilikan dan hak ekonomi dalam kanal YouTube. Lagu merupakan karya yang secara otomatis dilindungi oleh hak cipta, dan dari perlindungan itu timbul hak bagi penciptanya untuk menerima royalti atas setiap penggunaan komersial. Kanal YouTube dapat dipersamakan dengan merek, sedangkan konten video di dalamnya dipersamakan dengan ciptaan yang dilindungi hak cipta. Sebagai contoh, kanal YouTube “Badilum” dapat dianggap sebagai identitas merek, sedangkan video-video yang diunggah di dalamnya merupakan ciptaan. Dari keberadaan kanal dan konten inilah timbul hak untuk menagih pendapatan iklan (piutang) melalui program monetisasi, yang secara fungsi setara dengan royalti dalam konteks musik. Walau YouTube tidak mewajibkan pendaftaran merek atau hak cipta, langkah tersebut penting untuk memberikan perlindungan dan kepastian hukum, baik bagi pemilik kanal sebagai debitur maupun bagi lembaga keuangan sebagai kreditur, ketika hak tagih atas pendapatan iklan dijadikan objek jaminan fidusia.
Sebelum jaminan fidusia atas akun YouTube berlaku efektif, notaris terlebih dahulu merumuskan secara jelas objek jaminan yang akan dibebankan. Setelah dituangkan dalam akta jaminan fidusia, akta tersebut wajib didaftarkan pada Sistem Fidusia Elektronik Kementerian Hukum agar kreditur memperoleh hak preferen (hak didahulukan) dan hak eksekusi langsung jika terjadi wanprestasi. Sebagai contoh, rumusan objek jaminan dapat dibuat: “Seluruh hak tagih yang timbul dari perjanjian monetisasi konten dengan Google LLC atas akun YouTube [nama kanal], termasuk pendapatan iklan saat ini dan yang akan datang.”
Jika debitur gagal membayar, kreditur pada prinsipnya dapat mengeksekusi objek fidusia melalui parate executie sebagaimana diatur dalam Pasal 29 UUJF. Parate executie memberi hak kepada kreditur untuk menjual sendiri objek jaminan tanpa melalui pengadilan sepanjang debitur bersikap sukarela dan tidak menolak pelaksanaan eksekusi. Namun, apabila debitur menolak atau tidak kooperatif, kreditur wajib mengajukan permohonan eksekusi ke pengadilan negeri untuk memperoleh penetapan eksekutorial. Dengan dasar tersebut, lelang kemudian dilaksanakan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) sesuai Vendu Reglement (Stb. 1908 No.189).
Setelah pengumuman dan penawaran terbuka, Pejabat Lelang menerbitkan risalah lelang yang, menurut Pasal 1 angka 32 Permenkeu Nomor 213/2020 dan Pasal 35 Vendu Reglement, merupakan akta autentik dengan kekuatan pembuktian penuh atas peralihan hak. Dengan risalah lelang ini, pemenang lelang dapat memberitahukan peralihan hak tagih kepada Google sesuai prinsip cessie dalam Pasal 613 KUHPer. Pemberitahuan ini penting karena pengalihan hak tagih baru mengikat debitur setelah ada pemberitahuan resmi.
Walau mekanisme hukum nasional cukup jelas, keberhasilan eksekusi masih bergantung pada kebijakan internal platform. Jika Google tidak mengakui peralihan hak atas akun atau pembayaran pendapatan dari iklan, pemenang lelang mungkin perlu menempuh upaya hukum tambahan. Karena itu, pembaruan regulasi ke depan sebaiknya menegaskan kewajiban penyedia platform digital untuk mengakui risalah lelang dan putusan pengadilan sebagai dasar peralihan hak.
Dengan cara pandang ini, terlihat bahwa hukum Indonesia sudah mulai progresif: barang bergerak tidak berwujud diakui sebagai objek fidusia, termasuk hak tagih digital. Tantangan utama kini bukan lagi pengakuan hukumnya, melainkan memastikan eksekusi berjalan efektif di ranah digital yang lintas yurisdiksi dan dikuasai platform global.
Kesimpulan
Akun YouTube yang telah mendapatkan pendapatan dari iklan melalui program monetisasi dari Google, Hak tagih atas piutang iklan tersebut dapat menjadi jaminan hutang melalui mekanisme jaminan fidusia. Proses eksekusi terhadap hak tagih piutang yang dijaminkan tersebut pelaksanaannya dipersamakan sebagaimana eksekusi terhadap jaminan benda bergerak berwujud. Setelah terlaksananya pelaksanaan lelang, pemenang lelang dengan menggunakan risalah lelang dapat memberitahukan peralihan hak tagih kepada Google sesuai prinsip cessie sebagaimana dalam Pasal 613 KUHPer. Pemberitahuan ini penting karena pengalihan hak tagih baru mengikat debitur setelah ada pemberitahuan resmi.
[1] R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2001.
[2] S. S. M. Sofwan, Hukum Benda. Yogyakarta: Liberty, 1982.
[3] J. Satrio, Hukum Benda. Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993.
[4] A. Muhammad, Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.
[5] B. Anggraini, B. Eko, T. Program, and S. M. Kenotariatan, “Jaminan Fidusia Secara Online Dengan Objek Hak Cipta Dalam Perjanjian Kredit,” NOTARIUS, vol. 16, no. 1, 2023.
[6] O. : Nathallie, D. C. Kaunang, E. Valentina, T. Senewe, and R. S. Mamengko, “Analisis Yuridis Atas Kekayaan Intelektual Sebagai Jaminan Fidusia 1.” [Online]. Available: https://www.hukumonline.com/berita/a/syarat-
[7] S. Wulandari, F. Fuad, and S. Suartini, “Valuasi Aset Hak Kekayaan Intelektual Dalam Jaminan Fidusia,” Binamulia Hukum, vol. 13, no. 2, pp. 543–554, Dec. 2024, doi: 10.37893/jbh.v13i2.972.
[8] T. Rizkiawan, “Kekayaan Intelektual Sebagai Objek Jaminan Kredit Perbankan: Prospek dan Kendala.” [Online]. Available: https://www.ojk.go.id/ojk-institute/id/capacitybuilding/upcoming/1110/prospek-hak-kekayaan-intelektual-