WUJUD IDEAL INTEGRITAS BAGI SEORANG HAKIM

24 February 2025 | Alvian Fikri Atami
bruce

format_quote
'Wujud ideal Integritas bagi seorang hakim tidak hanya terbatas dengan sikap tidak menerima suap dalam penanganan perkara tetapi lebih jauh daripada itu perilaku integritas merupakan sikap yang memiliki komitmen tinggi untuk berperilaku jujur baik di dalam maupun diluar persidangan, tanggung jawab terhadap tugas serta berdedikasi dan hal tersebut haruslah dilakukan dengan konsisten.'

Latar Belakang

Di Indonesia pada akhir-akhir ini seringkali kita mendengar masyarakat berbicara mengenai “Hakimnya tidak berintegritas” atau “Hakimnya sudah dibayar (suap)” apabila terdapat dalam suatu penjatuhan hukuman terkait suatu kasus yang dirasa dalam tanda kutip “kontroversial” atau dipandang tidak memenuhi rasa keadilan bagi sebagian masyarakat di Indonesia, terlebih lagi apabila penjatuhan hukuman tersebut di dalam kasus yang sedang menjadi sorotan masyarakat (viral).

Baru-baru ini terdapat berita yang sedang viral di Indonesia terkait penangkapan 3 (tiga) oknum Hakim di Pengadilan Negeri Surabaya akibat dari penjatuhan putusan bebas terhadap Terdakwa atas nama Ronald Tannur (R.T) sebagaimana berita yang Penulis baca dalam redaksi dari surat kabar kompas.com dengan judul "Kronologi Penangkapan 3 Hakim PN Surabaya yang Membebaskan Ronald Tannur [1].

Bahwa terkait dengan penangkapan ketiga oknum Hakim tersebut banyak opini masyarakat yang menyatakan bahwa penjatuhan pidana terhadap Ronald Tanur dikarenakan hakimnya tidak berintegritas, hakimnya menerima suap sehingga dapat menjatuhkan putusan bebas untuk terdakwa khususnya dalam perkara ini adalah penjatuhan pidana bebas bagi terdakwa Ronald Tannur.

Masyarakat Indonesia secara umum mendefinisikan mengenai Integritas bagi seorang Hakim adalah perbuatan hakim yang tidak korupsi atau menerima suap dalam menangani suatu perkara, namun yang menjadi pertanyaan selanjutnya yaitu apakah hanya perbuatan tidak menerima uang saja itu dimaksud sebagai perbuatan integritas? Atau apakah tidak menerima uang merupakan salah satu sub unsur dari kesekian syarat-syarat yang harus dipenuhi bagi seorang hakim untuk mewujudkan sikap dan sifat integritas itu sendiri? Berangkat dari keresahan masyarakat tersebut penulis dalam artikel ini akan mencoba mengemukakan pokok pikiran penulis mengenai pertanyaan bagaimana seharusnya wujud ideal integritas bagi seorang hakim?

Pengertian Integritas

Integritas menjadi kata yang sering sekali disebutkan beberapa dekade belakangan ini, namun pemaknaannya tidak jelas. Ketidakjelasan itu mungkin terkait dengan terlalu banyaknya sesuatu yang dapat diberikan atribut integritas. Integritas dikaitkan dengan karakteristik tertentu yang dimiliki sesuatu apa saja, seperti misalnya integritas jembatan, integritas database, integritas jaringan listrik, integritas tubuh, integritas orang, integritas kesenian, integritas perusahaan, integritas pasar, integritas pemerintahan, integritas negara, dan bahkan integritas ekosistem. Meskipun ada nuansa karakteristik “kompak” atau “utuh” pada setiap sesuatu yang berintegritas, namun petunjuk tentang apa persisnya dan bagaimana mewujudkan kekompakan atau keutuhan itu belum jelas.[2]

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) integritas memiliki pengertian mutu, sifat atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan, kejujuran.[3] Selanjutnya dari beberapa pengertian Intergritas dari para Ahli Andrias Harefa menerangkan bahwa integritas merupakan kunci dari sebuah kehidupan, dapat diamati secara langsung. Implementasi seseorang yang mempunyai integritas adalah jujur, berkomitmen dan melakukan sesuatu dengan konsisten, sedangkan menurut Stehphen R. Covey memberikan pembeda antara integritas dan kejujuran, yang mana kejujuran adalha menyampaikan kebenaran sesuai dengan kenyataannya sedangkan integritas adalah pembuktian tindakan sesuai dengan ucapan yang sudah dilontarkan. Sesorang dengan integritas tinggi akan menjunjung kejujuran, keaslian dirinya, tanggung jawab dan dedikasi.[4]

Dari beberapa pengertian para ahli serta dari literatur Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut penulis dapat menarik kesimpulan bahwa secara umum pengertian integritas yaitu sikap sesorang yang dilandasi dengan komitmen serta konsistensi untuk berperilaku jujur, tanggung jawab serta berdedikasi dalam hal melakukan suatu cara kehidupan. Lebih lanjut apabila hal tersebut dihubungkan dengan suatu pekerjaan maknanya yaitu bekerja secara sungguh-sungguh dengan cara yang konsisten dan dipenuhi dengan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab serta dedikasi yang tinggi untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.

Setelah mengetahui definisi secara umum mengenai pengertian Integritas tersebut diatas, dalam tulisan ini penulis akan mengaitkan pengertian tersebut dengan kehidupan bekerja yang titik fokusnya yaitu wujud ideal integritas bagi seorang hakim, yang mana profesi hakim sebagai aparat penegak hukum merupakan profesi yang sangat penting dalam menentukan keadilan bagi nasib seseorang serta sebagai garda terakhir dalam menjaga hukum di Indonesia.

Wujud Ideal Integritas bagi seorang Hakim

Hakim adalah seseorang yang diberi tugas dan amanah oleh Negara untuk memeriksa, mengadili serta memutus suatu perkara yang mana segala keputusan yang dibuat oleh hakim apabila disalahgunakan dapat menguntungkan salah satu pihak dan merugikan pihak lainnya, untuk itu menjadi seorang hakim harus lah memiliki sifat Integritas di dalam diri nya agar dalam menjatuhkan suatu putusan mencerminkan rasa keadilan, kepastian hukum serta kemanfaatan bagi masyarakat.

Mahkamah Agung sebagai Lembaga Tinggi Negara yang menaungi hakim-hakim di Indonesia sebenarnya telah memberikan pedoman kode etik terkait perilaku hakim sebagaimana telah dirumuskan bersama dengan Komisi Yudisial dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI Dan Ketua Komisi Yudisial RI 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim yang mana dari keputusan tersebut lahirlah 10 (sepuluh) butir Kode Etik perilaku Hakim yang diantaranya memuat nilai Integritas. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ini tidak terbatas hanya di lingkungan kerja akan tetapi juga harus dijalankan sehari-hari dalam cara hidup seorang hakim.

Berdasarkan Surat Keputusan Bersama tersebut pengertian integritas yakni bermakna sikap dan kepribadian yang utuh, berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan. Integritas tinggi pada hakekatnya terwujud pada sikap setia dan tangguh berpegang pada nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam melaksanakan tugas. Integritas tinggi akan mendorong terbentuknya pribadi yang berani menolak godaan dan segala bentuk intervensi, dengan mengedepankan tuntutan hati nurani untuk menegakkan kebenaran dan keadilan serta selalu berusaha melakukan tugas dengan cara-cara terbaik untuk mencapai tujuan terbaik [5]contoh implementasi nya dari surat keputusan Bersama ini yaitu Hakim tidak boleh berperilaku tercela, tidak menerima suap / tawar-menawar putusan, berhubungan dengan advokat yang tengah menangani perkara dan sebagainya.

Dari pengertian tersebut penulis memperoleh pemahaman bahwa sikap integritas yang harus dimiliki seorang hakim yaitu hakim harus berwibawa, jujur dan tidak tergoyahkan artinya sifat-sifat tersebut merupakan sifat yang bertentangan dengan perilaku koruptif. Apabila melihat dari contoh-contoh implementasi sebagaimana yang dijelaskan dalam surat keputusan Bersama tersebut perilaku hakim berintegritas hanya terbatas dengan pekerjaan Hakim sebagai orang yang menangani suatu perkara di satu sisi Hakim dalam urusan pekerjaannya juga sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mana dalam menjalankan pekerjaannya terdapat jam masuk kantor yang sudah diatur, izin keluar, izin cuti, mengisi administrasi perkara peradilan dari mulai court calendar, penetapan hari sidang sampai dengan penguploadan putusan dan hal tersebut tidak termuat dalam implementasi nilai integritas sebagaimana surat keputusan Bersama tersebut.

Bahwa menurut Penulis untuk menjadi seorang hakim yang memiliki nilai integritas yang ideal tidak hanya ditunjukkan dengan Hakim tidak menerima suap dalam menangani suatu perkara karena dilihat dari definisi umum mengenai integritas yaitu cara hidup seseorang untuk berperilaku jujur, tanggung jawab serta berdedikasi yang dikaitkan dengan perilaku sehari-hari bagi seorang hakim dalam menjalankan pekerjaannya dimulai dengan Hakim tidak telat masuk kantor, Hakim tidak keluar kantor sembarangan tanpa administrasi (izin keluar) seperti keluar untuk kepentingan pribadi, bermain tenis dan lain sebagainya, selain itu hakim apabila mengajukan izin cuti juga tidak boleh izin berpura-pura sakit dikarenakan hal tersebut bertentangan dengan sikap jujur dalam definisi integritas itu sendiri.

Selanjutnya dalam hubungannya dengan administrasi perkara Hakim juga tidak boleh melalaikan tugasnya dalam hal membuat penetapan hari sidang, Court Calendar serta tugas upload putusan yang mana menurut penulis masih banyak hakim-hakim yang tidak menjalankan tugas nya dan hanya menyerahkan tugas tersebut kepada Panitera Pengganti, bahwa hakikat tugas Panitera Pengganti menurut penulis hanya sebagai pembantu hakim dalam proses administrasi Perkara seperti membantu membuat penetapan penahanan, Berita Acara Sidang , Penjilidan berkas perkara dan lain sebagainya untuk Penetapan Hari Sidang, Court Calendar dan Upload Putusan sejatinya itu merupakan tugas seorang hakim karena yang memanajemen persidangan dan mengatur pelaksanaan sidang adalah Hakim.

Penutup

Dari pembahasan tersebut diatas dalam tulisan ini penulis menyimpulkan bahwa wujud ideal Integritas bagi seorang hakim tidak hanya terbatas dengan sikap tidak menerima suap dalam penanganan perkara tetapi lebih jauh daripada itu perilaku integritas merupakan sikap yang memiliki komitmen tinggi untuk berperilaku jujur baik di dalam maupun diluar persidangan, tanggung jawab terhadap tugas serta berdedikasi dan hal tersebut haruslah dilakukan dengan konsisten.

Penulis berharap dari tulisan ini semoga banyak hakim-hakim di Indonesia yang menyadari nilai Integritas untuk dapat menjatuhkan Putusan yang adil serta dapat mewujudkan cita-cita Mahkamah Agung menjadi badan peradilan yang Agung di Indonesia.

Referensi

[1] A. H. Achmad Faizal, “Kronologi Penangkapan 3 Hakim PN Surabaya yang Membebaskan Ronald Tannur,” 2024. [Online]. Available: https://surabaya.kompas.com/read/2024/10/24/055756578/kronologi-penangkapan-3- hakim-pn-surabaya-yang-membebaskan-ronald-tannur.

[2] Gunardi Endro, “Menyelisik Makna Integritas dan Pertentangannya,” Integritas J. Antikorupsi, vol. 3, no. 1, pp. 131–152, 2017, [Online]. Available: https://jurnal.kpk.go.id/Dokumen/Jurnal-INTEGRITAS-Volume-3-No-1-tahun-2017/Jurnal-INTEGRITAS-Volume-3-No-1-tahun-2017-06.pdf

[3] Indonesia, “KBBI”, [Online]. Available: https://kbbi.web.id/integritas

[4] Cryptowi, “Pengertian Integritas,” 2019, [Online]. Available: https://www.kurikulum.id/pengertian-integritas

[5] K. Yudisial, “Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung Ri Dan Ketua Komisi Yudisial Ri Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 02/SKB/P.KY/IV/2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim,” 2009.