Latar Belakang
Kode etik adalah simbol profesionalisme Hakim dalam menjalankan tugas untuk memberikan keadilan bagi masyarakat, namun dalam praktik seringkali adanya intervensi yang mengganggu independensi Hakim[1]. Laporan kepada BAWAS MARI dan KY terhadap Hakim merupakan keniscayaan, bahkan muncul istilah jika melaporkan Hakim merupakan “upaya istimewa” pihak yang tidak puas dengan putusan, termasuk upaya membuat misinformasi dan disinformasi mengenai pribadi Hakim di mayantara yang membuat citra Hakim buruk sehingga menimbulkan jejak digital aktif terhadap hakim, maka dari itu jejak pribadi dapat membentuk jejak organisasi dan secara khusus dapat mempengaruhi reputasi seseorang, Hakim memiliki tugas pokok mengadili sengketa hukum, maka jejak digital aktif Hakim di mayantara dapat mempengaruhi pandangan para pencari keadilan, sehingga diperlukan suatu cara untuk memulihkan nama baik Hakim di mayantara.
Mahkamah Agung memiliki fungsi pembinaan dan pengawasan sebagaimana Peraturan Mahkamah Agung Nomor 8 Tahun 2016 dan Maklumat Ketua Mahkamah Agung RI Nomor 001/Maklumat/KMA/IX/2017, yang distrukturkan dalam wadah Badan Pengawasan Mahkamah Agung RepubIik Indonesia. Berdasarkan LKJIP BAWAS MARI Tahun 2023, terdapat 4.138 pengaduan yang disampaikan secara langsung maupun melalui aplikasi SIWAS MARI. Disisi lain Komisi Yudisial sebagai pengawas dan penegak kode etik Hakim yang melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik dan mengusulkan penjatuhan sanksi terhadap Hakim kepada Mahkamah Agung[2] pada periode Januari sampai dengan Juli tahun 2024 terdapat 573 Hakim yang dilaporkan oleh Masyarakat karena diduga melakukan pelanggaran kode etik[3].
Dampak negatif media sosial ialah tersebarnya berita hoaks, dengan mengguritanya media sosial, maka menggurita pula hoaks[4]. Hoaks diartikan sebagai berita bohong atau berita palsu, intinya Hoaks merujuk peristiwa faktual atau benar-benar terjadi sekalipun cara penyampaiannya problematik dan terdistorsi[5], Informasi di internet tidak hanya lebih mudah diakses, tetapi juga abadi, oleh karena itu Indonesia menerapkan sistem hukum dari eropa untuk mempertahankan reputasi sebagai manusia yang layak hidup tanpa kenangan masa lalu bernama Right to be Forgotten yakni hak untuk memperoleh, secara otomatis atau permintaan, penghapusan informasi pribadi, yang tidak relevan yang diposting oleh pemilik data itu sendiri, atau pihak ketiga, bahkan jika informasi itu diposting secara sah[6]
Salah satu pemberitaan yang masih hangat mengenai Hakim PN Andoolo Tolak Eksepsi Supriyani, Kekayaannya Rp 2,3 Miliar,[7] Dimana dalam pemberitaan tersebut data pribadi Hakim tersebut, berupa tanggal lahir, riwayat sekolah, riwayat karir, dan harta kekayaan terpampang jelas, juga terhadap Hakim yang mengabulkan eksepsi mantan Hakim Agung Gazalba Saleh, "dua hakim yang tidak terbukti melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Komis Yudisial akan memulihkan nama baik hakim terlapor melalui surat yang ditembuskan kepada atasan hakim terlapor secara berjenjang"[8]. Selama ini pemulihan nama baik hakim terlapor hanya melalui surat, namun bagaimana dengan pemberitaan yang bersifat misinformasi dan disinformasi mengenai data pribadi hakim yang sudah tersebar di mayantara, maka dalam rangka menjaga kehormatan dan martabat hakim, KY memiliki tugas salah satunya mengambil langkah hukum dan/atau langkah lain terhadap orang perseorangan, kelompok orang atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat hakim menggunakan konsep right to be forgotten dengan cara meminta kepada Penyelenggara Sistem Elektronik untuk melakukan penghapusan dan pengeluaran dari daftar mesin pencari informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan melalui Kementerian Komunikasi dan Digital sebagai upaya Badan Pengawasan Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial memulihkan nama baik Hakim dan aparatur peradilan di mayantara.
Konsep Right to Be Forgotten Dalam Penegakan Kode Etik Hakim
Pengguna internet di Indonesia sepanjang tahun 2024 mencapai 221.563.479 jiwa berdasarkan catatan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. Bayangkan saja apabila ada pemberitaan negatif yang bersifat misinformasi dan disinformasi mengenai hakim di mayantara, maka akan menodai kehormatan, keluhuran dan martabat Hakim tersebut. Meskipun hal tersebut merupakan konsekuensi dari profesi Hakim itu sendiri, tidak jarang pemberitaan tersebut merusak reputasi dalam menjalankan tugas yudisial maupun kehidupan pribadi, Maka dibutuhkan peran KY dan BAWAS MARI sebagai penegak kode etik Hakim dan aparatur peradilan.
Google merupakan mesin pencarian informasi yang paling sering digunakan pengguna internet di Indonesia pada tahun 2022, google diakses melalui website atau aplikasi yang bertujuan untuk menemukan informasi yang tersimpan di internet, dengan menuliskan kata kunci atau frasa yang diinginkan maka mesin pencarian akan menelusuri berbagai sumber informasi di internet dan menampilkan hasil pencarian yang relevan dengan kata kunci yang diinput[9], termasuk pemberitaan dan data pribadi Hakim juga tersebar di Mayantara, yang sesungguhnya tidak benar dan telah dinyatakan tidak terbukti oleh penegak kode etik, sehingga dampak penegakan kode etik harus memberikan keadilan kepada Hakim dengan cara menghapus informasi atau pemberitaan terhadap Hakim tersebut. Saat ini Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik telah mengalami perubahan sebanyak 2(dua) kali, dalam perubahan pertama di Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 muncul norma baru mengenai Hak untuk dilupakan, merujuk putusan Court Of Justice Of The European Union tahun 2014 yang pokoknya memerintahkan google menghapus artikel berita pada halaman atau tautan yang mencantumkan data yang ditulis oleh penerbit surat kabar di Spanyol atas pemberitaan terhadap Mario Costeja González yang sudah tidak relevan. Sehingga hak untuk dilupakan menjadi Hak Fundamental di Uni Eropa sebagai bentuk perlindungan data pribadi di Mayantara[10], Setiap orang memiliki hak untuk menjaga harkat dan martabatnya untuk tidak diganggu oleh siapapun dan dimanapun dengan media apapun. Kondisi ini membuat, hak untuk dilupakan menjadi penyelesaian apabila terjadi pelanggaran terhadap kepentingan individu Hakim dan aparatur peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia di mayantara dalam rangka menjaga dan melindungi Hakim beserta Aparatur Peradilan yang memiliki integritas dan profesionalisme.
Mekanisme Pemulihan Nama Baik Hakim Yang Tidak Terbukti Melanggar Kode Etik Di Mayantara
Penyelenggara Sistem Elektronik yang memperoleh atau memproses data pribadi dibawah kendalinya berkewajiban menghapus informasi dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan. penghapusan yang dilakukan oleh Penyelenggara Sistem Elektronik terdiri dari Right to erasure dan Right to delisting sebagaimana tercantum dalam Pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2019. Penyelenggara Sistem Elektronik wajib mendaftarkan layanan atau sistem elektroniknya serta diatur dan diawasi oleh Kementerian Informasi dan Digital Republika Indonesia yang terbagi menjadi 2 (dua) lingkup yaitu lingkup privat seperti Google, TikTok, Instagram dan lingkup publik yaitu website dengan domain ”.go.id”, Maka dari itu apabila ada misinformasi dan disinformasi terhadap hakim dan aparatur peradilan yang dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran etik maka BAWAS MARI dan/atau KY dapat memulihkan nama baik Hakim dan aparatur peradilan di mayantara tidak hanya melalui surat, dengan cara meminta secara langsung kepada Penyelenggara Sistem Elektronik yang memperoleh atau memproses konten tersebut, contoh kepada Penyelenggara Sistem Elektronik seperti google, Tiktok, dan media online untuk menghapus dan mengeluarkan pemberitaan yang tidak relevan terhadap Hakim yang dinyatakan tidak terbukti melakukan pelanggaran etik, maka data pribadi sebagaimana Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 Tentang Perlindungan Data Pribadi dan pemberitaan yang sifatnya misinformasi dan disinformasi dihapus dan dikeluarkan dari daftar mesin pencarian dengan berkordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia sebagai regulator dan pengawas PSE, maka dari itu penulis membuat konsep bahwa Hakim yang dilaporkan dan diperiksa oleh BAWAS MARI atau Komisi Yudisial serta dinyatakan tidak terbukti berdasarkan putusan BAWAS MARI atau Komisi Yudisial, maka dipulihkan nama baiknya dengan cara BAWAS MARI dan KY melakukan tindakan penghapusan dan pengeluaran dari daftar pencarian data pribadi hakim dan aparatur peradilan termasuk pemberitaan yang bersifat misinformasi dan disinformasi mengenai Hakim dan aparatur peradilan kepada PSE Privat melalui Kementerian Komunikasi dan Digital Republik Indonesia.
Penutup
Data pribadi Hakim yang muncul dalam pemberitaan di mayantara beserta pemberitaan bersifat misinformasi dan disinformasi wajib dihapus oleh PSE dengan mekanisme penghapusan dan Pengeluaran Dari Daftar Mesin Pencari berdasarkan putusan etik yang menyatakan Hakim tidak terbukti melakukan pelanggaran oleh BAWAS MARI dan KY sebagai bentuk penerapan hak untuk dilupakan dalam rangka memulihkan nama baik Hakim Indonesia di Mayantara untuk menjaga dan melindungi harkat martabat Hakim Indonesia sekaligus menjaga marwah Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Referensi
[1] S. Zulaikha, “Etika Profesi Hakim Dalam Prespektif Islam,” Al-Adalah, vol. XII, no. 1, pp. 89–102, 2014.
[2] A. M. M. Putri, “Pertanggungjawaban hakim pelaku pelanggaran kode etik berpotensi pidana,” J. Huk., pp. 1–14, 2016.
[3] Wiryono Singgih, “573 Hakim Dilaporkan ke KY Terkait Dugaan Pelanggaran Kode Etik Sepanjang 2024,” Kompas.com. [Online]. Available: https://nasional.kompas.com/read/2024/08/24/20433891/573-hakim-dilaporkan-ke-ky-terkait-dugaan-pelanggaran-kode-etik-sepanjang
[4] Nandi Abdallah Pahlevi, Pengaruh Media Sosial dan Gerakan Massa Terhadap Hakim. Surabaya: Cipta Media Nusantara, 2021.
[5] B. M. R. Budi Gunawan, Kebohongan di Dunia Maya Memahami Teori dan Praktik-praktiknya di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia, 2018.
[6] M. T. Ajiputera and H. Susetyo, “Implementasi Pengaturan Hak Untuk Dilupakan Melalui Sistem Penghapusan Data Pribadi dan / atau Dokumen Elektronik Menurut Perspektif Hukum Positif di Indonesia,” vol. 6, no. 3, p. hlm 8063-8065, 2024.
[7] E. Kurniawan, “Profil Stevie Rosano, Hakim PN Andoolo Tolak Eksepsi Supriyani, Kekayaannya Rp 2,3 Miliar,” tribunnews.com. [Online]. Available: https://www.tribunnews.com/regional/2024/10/30/profil-stevie-rosano-hakim-pn-andoolo-tolak-eksepsi-supriyani-kekayaannya-rp-23-miliar?
[8] C. Indonesia, “KY Rekomendasikan Satu Hakim Pemvonis Bebas Gazalba Saleh Disanksi.” [Online]. Available: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20240903160222-20-1140555/ky-rekomendasikan-satu-hakim-pemvonis-bebas-gazalba-saleh-disanksi
[9] A. Diva, “Search Engine Paling Banyak Dipakai di Indonesia,” GoodStats. Accessed: Nov. 03, 2024. [Online]. Available: https://goodstats.id/article/search-engine-paling-banyak-dipakai-di-indonesia-KWJqd
[10] S. A. Hutapea, “Right To Be Forgotten Sebagai Bentuk Rehabilitasi Bagi Korban Pelanggaran Data Pribadi,” J. Jurisprudentia, vol. 1, no. 1, pp. 1–10, 2021.