HAKIKAT JABATAN PANITERA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

24 February 2025 | Muhammad Mufti
Muhammad Mufti

format_quote
'Tidak akan ada putusan yang baik tanpa adanya berita acara persidangan yang baik pula. Panitera bukan sekadar pencatat, melainkan penjaga akurasi dan integritas jalannya peradilan, memastikan setiap putusan berlandaskan fakta hukum yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.'

Latar Belakang

Pasal 11 ayat (3) Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan bahwa hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus perkara dibantu oleh seorang panitera atau seorang yang ditugaskan melakukan pekerjaan panitera.[1] Ketentuan dalam undang-undang tersebut tidak menyebutkan secara eksplisit perihal apa yang dimaksud dengan panitera. Tidak pada ketentuan umumnya maupun pada penjelasannya. Lain halnya dengan hakim yang dijelaskan maksudnya di dalam ketentuan umum undang-undang tersebut. Meskipun panitera bukan merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman secara langsung sebagaimana hakim, tetapi perannya sangat vital dalam mendukung pelaksanaan kekuasaan kehakiman.[2, hlm. 3] Oleh karena itu apa yang dimaksud dengan panitera kiranya juga perlu dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan tersebut secara eksplisit.

Tidak ditemukan keterangan eksplisit mengenai yang dimaksud dengan panitera dalam undang-undang kekuasaan kehakiman, sehingga untuk menemukan maksudnya diperlukan referensi lain. Beruntungnya apa yang dimaksud dengan panitera dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI disebutkan bahwa yang dimaksud dengan panitera adalah pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas pada bagian administrasi pengadilan, membuat berita acara persidangan, dan tindakan administrasi yang lain.[3] Definisi tersebut tampaknya masih mengacu pada ketentuan lama dan kurang merepresentasikan tugas panitera saat ini yang lebih spesifik Hal ini dikarenakan panitera peradilan saat ini tidak lagi merupakan bagian dari kesekretariatan peradilan melainkan secara eksklusif telah berdiri sendiri dalam sebuah kepaniteraan peradilan.

Pembahasan

Pada mulanya, kedudukan kepaniteraan dan kesekretariatan di peradilan Indonesia merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sehingga baik tugas dan fungsi kesekretariatan maupun kepaniteraan dipegang oleh pejabat yang sama. Penyatuan tugas dan fungsi pada jabatan tersebut mengakibatkan banyaknya beban tugas yang mesti dilaksanakan oleh seseorang yang menduduki jabatan panitera sekaligus sekretaris. Pemisahan tugas panitera dan sekretaris ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Pemisahan tersebut kemudian ditegaskan lagi dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kepaniteraan dan Kesekretariatan Peradilan yang menjelaskan secara rinci susunan kepaniteraan dan kesekretariatan peradilan berikut kedudukan, tugas, dan fungsinya masing-masing.[4]

Istilah panitera mungkin menjadi ciri khas dari nomenklatur pejabat pengelola administrasi perkara peradilan yang ada di Indonesia. Pasalnya, di negara-negara lain, jabatan serupa dikenal dengan istilah-istilah lain yang berbeda. Tentunya dengan perbedaan dan penyesuaian pada kedudukan, tugas, dan fungsi masing-masing sesuai dengan peraturan dan sistem hukum yang diterapkan di negara tersebut. Hal ini berarti bahwa kendatipun memiliki jabatan serupa, peran dan fungsi yang dijalankannya bisa jadi tidak selalu sama meskipun pada pokoknya tidak jauh berbeda. Misalnya, di Amerika Serikat jabatan panitera dikenal dengan istilah court clerk yang secara harfiah memiliki arti pegawai pengadilan.[5, hlm. 1] Kata clerk sendiri sebenarnya tidak memiliki perbedaan signifikan dengan pegawai administrasi dan tata usaha lainnya yang bekerja pada institusi lain.[6] Lain halnya dengan di Indonesia di mana istilah panitera memiliki arti spesifik yang merujuk pada pejabat pengelola administrasi perkara di lembaga peradilan.

Tidak hanya perbedaan nomenklatur, perbedaan juga dapat ditemukan pada pemegang tugas dan fungsi pengelola administrasi perkara di peradilan itu sendiri. Di negara-negara Eropa bagian utara seperti Swedia dan Norwegia, tidak dikenal jabatan panitera atau jabatan serupa yang secara spesifik bertugas mengelola administrasi perkara. Sebagai gantinya, tugas-tugas pengelolaan administrasi perkara dilakukan oleh pejabat yang disebut dengan domstolstjänstemän[7] di Swedia dan domstoladministrasjonen[8] di Norwegia yang mana keduanya merupakan jabatan setara dengan sekretaris pengadilan di Indonesia. Hal ini berarti bahwa berbeda dengan di Indonesia yang memisahkan antara fungsi administrasi umum dan administrasi perkara, di Swedia dan Norwegia fungsi administrasi perkara termasuk mencacat jalannya persidangan juga dilaksanakan sekaligus oleh pejabat yang menjalankan fungsi administrasi umum.

Jabatan panitera dan jabatan lain yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas dan fungsi panitera memiliki peran yang penting dalam sistem peradilan di Indonesia. Yang dimaksud dengan jabatan lain yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas dan fungsi panitera dalam hal ini adalah panitera muda dan panitera pengganti. Dalam persidangan, panitera mengemban tugas untuk mencatat jalannya persidangan (recording) yang diformulasikan dalam bentuk berita acara persidangan. Berita acara persidangan sangat penting karena nantinya akan menjadi salah satu bahan yang digunakan oleh hakim dalam menyusun putusan.[9, hlm. 228] Sebagaimana diketahui, putusan merupakan produk hukum pengadilan yang bersifat menentukan dalam rangka penegakkan hukum dan keadilan. Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya peran seorang panitera dalam proses penegakkan hukum dan keadilan.

Tanggung jawab akan sebuah putusan tidak hanya diemban oleh seorang hakim atau majelis hakim, tetapi panitera yang menyusun berita acara persidangan juga ikut bertanggung jawab terhadap putusan tersebut. Hal itu ditandai dengan keharusan untuk mencantumkan nama panitera pengganti dan pembubuhan tanda tangannya pada bagian akhir putusan bersamaan dengan hakim. Pencantuman nama dan pembubuhan tanda tangan tersebut tidak hanya sebagai bukti keterlibatan dan peran panitera saja dalam suatu putusan, tetapi juga merupakan tanda bahwa panitera juga ikut bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari sebuah putusan bilamana kelak ditemukan adanya kekeliruan dalam putusan tersebut.[9, hlm. 233] Oleh karenanya, secara sederhana dapat dikatakan bahwa tidak akan ada putusan yang baik tanpa adanya berita acara persidangan yang baik pula.

Kesimpulan

Memang peran dan fungsi panitera sebagai pencatat jalannya persidangan ini hanya terbatas pada peradilan tingkat pertama dan tingkat banding saja (judex factie). Ini dikarenakan pada peradilan tingkat kasasi (judex juris) fungsi panitera tidak lagi bertumpu pada pencatatan proses persidangan yang berlangsung, tetapi lebih substantif dalam hal membantu Hakim Agung memeriksa dan memutus perkara serta membuat putusan berdasarkan catatan Hakim Agung. Hal tersebut kiranya yang dijadikan bahan pertimbangan yang mengharuskan panitera pada judex juris mesti berlatar belakang seorang hakim. Namun pertimbangan tersebut tidak berlaku pada Mahkamah Konstitusi (MK) mengingat MK tidak memiliki hierarki sebagaimana yang terdapat pada Mahkamah Agung (MA). Sehingga walaupun tugas dan fungsi panitera pada MK serupa dengan tugas dan fungsi panitera pada MA, panitera pada MK tidak mesti berlatar belakang seorang hakim. Bahkan fungsi panitera pada persidangan di Mahkamah Konstitusi lebih kompleks dikarenakan harus memiliki kemampuan untuk membuat resume perkara, menganalisis perkara, mencari referensi isu hukum, menyiapkan naskah putusan, dan menuangkan atau memformulasikan pendapat Hakim MK ke dalam putusan.[10, hlm. 402]

Referensi

[1] Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 2009.

[2] M. K. A. Said, R. Hermawan, Y. D. Nazmi, M. Frasetyo, dan F. Siswajanthy, “Kedudukan dan Kewenangan Panitera dalam Proses Peradilan Perdata di Indonesia,” vol. 4, no. 7, 2024.

[3] “Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) VI Daring.” Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemdikbudristek, 2016.

[4] A. Nursobah, “Sejarah Kepaniteraan Mahkamah Agung RI.” Diakses: 30 November 2024. [Daring]. Tersedia pada: https://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id/profil-kepaniteraan/sejarah-kepaniteraan

[5] “Rules of the Supreme Court of the United States.” U.S. Department of Justice, 2 Mei 2005.

[6] “Oxford Learner’s Dictionary.” Oxford University Press, 2024.

[7] “Domstolstjänstemän.” [Daring]. Tersedia pada: https://www.domstol.se/en/supreme-court/about-the-supreme-court/working-at-the-supreme-court/court-clerks/

[8] “Domstoladministrasjonen.” [Daring]. Tersedia pada: https://www.domstol.no/en/domstoladministrasjonen/

[9] I. P. Harahap, “Panitera dan Masalahnya dalam Perkara Perdata di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Padangsidimpuan,” Jurnal Justitia, vol. 1, no. 2, 2014.

[10] B. Suhariyanto, “Rekonstruksi Pengembangan Karier Jabatan Fungsional Panitera Pengganti Peradilan di Indonesia,” Jurnal Hukum dan Peradilan, vol. 5, no. 3, hlm. 391–406, 2016.