ERA BARU KUHP NASIONAL: PERUBAHAN PARADIGMA PEMIDANAAN MENYONGSONG PUTUSAN HAKIM YANG BERKEADILAN

12 August 2025 | Didik Nursetiawan
Didik Nursetiawan

format_quote

Latar Belakang

Hadirnya sistem pemidanaan dalam KUHP baru yang lebih fleksibel, serta terdapat tujuan dan pedoman pemidanaan, dapat dijadikan acuan oleh hakim untuk menghadirkan putusan yang lebih proporsional dan berkeadilan. Namun, oleh karena sudah terlalu lama hakim berada dalam sistem pemidanaan yang berorientasi pada pembalasan, maka menjadi suatu tantangan tersendiri bagi hakim yang diharuskan mengikuti perubahan paradigma pemidanaan KUHP baru dan meninggalkan paradigma pemidanaan KUHP lama. Meskipun tidak mudah, perubahan cara pandang pemidanaan oleh hakim mengikuti paradigma KUHP baru adalah sebuah keharusan, untuk menjadikan penegakan hukum di Indonesia menjadi lebih baik dan lebih berkeadilan.

Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka diperlukan penelitian lebih lanjut untuk menjawab masalah pokok: Pertama, bagaimana pemberlakuan KUHP baru yang membawa perubahan paradigma dapat mengubah cara pandang hakim dalam pemberian penghukuman? Kedua, bagaimana hakim dapat menghadirkan putusan yang lebih berkeadilan setelah berlakunya KUHP baru? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana pemberlakuan KUHP baru yang membawa perubahan paradigma dapat mengubah cara pandang hakim dalam pemberian penghukuman bagi pelaku tindak pidana, serta mengkaji bagaimana hakim dapat menghadirkan putusan yang lebih berkeadilan setelah berlakunya KUHP baru.

Perubahan paradigma KUHP baru dan keharusan perubahan cara pandang hakim dalam pemberian pemidanaan;

Hal ini menandakan bahwa pemberlakuan KUHP baru bukan hanya sekadar perubahan pasal, tetapi juga perubahan filosofi hukum, yang semula dari balas dendam menuju pemulihan, dari semula penghukuman kaku menuju keadilan yang lebih humanis dan kontekstual. Hakim sebagai pengambil putusan, dalam hal-hal tertentu didorong untuk menghindari pemberian pidana penjara jika tidak diperlukan, dan lebih mempertimbangkan bentuk pidana alternatif lain. Berlakunya KUHP baru yang membawa perubahan paradigma pemidanaan, tentu harus diikuti oleh hakim untuk mengubah cara pandang dalam pemberian penghukuman bagi pelaku kejahatan, dari yang semula berorientasi kepada keadilan retributif menjadi keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif, guna menyelaraskan dengan spirit atau semangat KUHP baru, dan tentunya untuk dapat menghadirkan dan mewujudkan putusan-putusan hakim yang lebih berkeadilan kedepannya.

Pemberlakuan KUHP baru mewujudkan putusan hakim yang lebih berkeadilan;

Hal ini dapat dibuktikan dari praktik putusan pengadilan yang selama ini berjalan, menunjukan bahwa pidana penjara seakan menjadi pilihan utama dalam pemberian penghukuman, tidak terkecuali dalam kasus-kasus ringan sekalipun. Meskipun sebenarnya dalam KUHP lama juga terdapat beberapa pasal yang memberikan alternatif pidana seperti pidana penjara atau pidana denda, misalkan Pasal 362 dan 364 KUHP, namun dalam praktiknya penerapan altenatif pidana denda itu tidak pernah sekalipun diterapkan baik dalam tuntutan penuntut umum ataupun putusan hakim dan cenderung memilih pidana penjara sebagai bentuk penghukuman yang paling pantas. Hal ini menandakan bahwa selama ini penegak hukum termasuk hakim telah larut dalam kultur peradilan pidana yang mengutamakan pemidanaan berbasis pemenjaraan dan lebih berorientasi kepada kepastian hukum dibanding keadilan. Namun hal tersebut tidak dapat sepenuhnya disalahkan, karena memang KUHP lama yang selama ini dijadikan acuan dalam mengadili perkara, tidak memberikan pedoman yang jelas serta tidak pula memberikan banyak alternatif pidana lain. Akibatnya hakim harus terpaku dan dipaksa untuk memilih penghukuman pemenjaraan dalam menjatuhkan putusan, tidak terkecuali dalam kasus ringan, meskipun hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan nurani hakim.

Penutup

Pemberlakuan KUHP baru menjadi titik awal dalam mendorong perubahan cara pandang hakim dalam menjatuhkan penghukuman. Dengan berlakunya KUHP baru, paradigma pemidanaan bergeser ke arah keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif. Hakim diharuskan untuk tidak lagi memposisikan diri semata-mata sebagai pemberi hukuman, melainkan sebagai penjaga keadilan substantif yang mempertimbangkan nilai keadilan dan proporsionalitas pemidanaan dalam menjatuhkan putusan.

KUHP baru memberikan fondasi normatif bagi hakim dalam mewujudkan putusan yang lebih berkeadilan. Berbeda dengan KUHP lama yang sama sekali tidak terdapat pedoman yang komprehensif mengenai tujuan dan pedoman pemidanaan, sehingga dalam pelaksanaannya hakim cenderung dipaksa mengutamakan kepastian hukum dibandingkan keadilan. KUHP baru menjawab kekosongan tersebut melalui ketentuan dalam Pasal 53 ayat (1) yang menekankan bahwa dalam hal terjadi pertentangan antara keadilan dan kepastian hukum, hakim wajib mendahulukan keadilan. Disamping itu, dengan hadirnya beberapa alternatif pidana lain dan kewenangan pemberian pengampunan hakim (rechterlijk pardon), KUHP baru telah memberi arah yang lebih jelas dan humanis bagi hakim dalam menjatuhkan putusan berkeadilan dengan tidak mengesampingkan nurani.

Dengan adanya pergeseran paradigma pemidanaan, KUHP baru merupakan landasan kuat dalam mewujudkan sistem peradilan pidana yang lebih adil, kontekstual, dan responsif terhadap nilai-nilai keadilan dalam masyarakat.

Referensi

[2] B. Capera, “Keadilan Restoratif Sebagai Paradigma Pemidanaan Di Indonesia,” J.Lex Renaiss.,vol.6,no.2,pp.225–234,2021,doi:10.20885/jlr.vol6.iss2.art1.

[3] F. Alin, “Sistem Pidana Dan Pemidanaan Di Dalam Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia,” JCH (Jurnal Cendekia Hukum),vol.3,no.1,p.14,2017,doi:10.33760/jch. v3i1.6.

[4] hukumonline.com, “Transformasi Hukum Pidana yang Lebih Adil dan Modern dalam KUHP Nasional,” hukumonline.com. Accessed: May 23,2025.[Online].Available: https://www.hukumonline.com/berita/a/transformasi-hukum-pidana-yang-lebih-adil-dan-modern-dalam-kuhp-nasional-lt67d041de383cf/

[5] P.A.F. Lamintang dan Djisman Samosir, Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru,1983.

[6] Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Draft Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).2015.

[7] N. D. Irmawanti dan B.N. Arief, “Urgensi Tujuan Dan Pedoman Pemidanaan Dalam Rangka Pembaharuan Sistem Pemidanaan Hukum Pidana,” J.Pembang.Huk.Indones, vol.3,no.2,pp.217–227,2021,doi:10.14710/jphi.v3i2.217-227.

[8] Eddy O.S Hiariej dan Topo Santoso, Anotasi KUHP Nasional. Depok: Rajawali Pers, 2025.